Sabtu, 09 Oktober 2010

syair sufi

PASRAH
Tiada kata ku ucapkan
Saat ku melihat diriMu
Tiada daya yang rasakan
Ketika DiriMu disisiku

Alangkah bodohnya aku
Alangkah hinanya aku
Aku melihat diriku siapa
Ternyata tiada dan hampa

Aku tahu saat kukenal diriku
Aku tahu DiriMu
Diriku bodoh hina nista
Ku pasrahkan diriku Padamu

Kumohon ..
Kubersimpuh
Kasih sayangMu
Ampunan dariMu

Selasa, 21 September 2010

makna mahabbah dalam kontek pembinaan anak

Cinta : Daya mengikat kreasi.
Tak kenal maka tak sanyang. Cinta mengalahkan segala-galanya. Tapi terkadang cinta itu buta. Ada apa dengan cinta?  Kapan cinta itu timbul ?
Perasaan seorang Ibu/ayah terhadap anaknya dan atau perasaan pendidik terhadap peserta didik merupakan getaran dalam  hati yang ada ikatan benang yang membentang antara dua titik yang menyatu. Keduanya saling mempengaruhi dan dipengaruhi, ........
Kita dapat menganalisa kehidupan anak yang didik dan dibesarkan dengan ketulusan rasa cinta, Hubungan anak dengan sesama kelihatan harmonis, saling menyanyangi, saling mempercayai, rasa keterbukaan sangat tersasa, saling menghormati. Tindakan-tindakan yang dilakukan tidak didasarkan atas perintah, dilakukan karena rasa, karena kebutuhan yang tumbuh dari diri anak yaitu sesuatunya memang untuk kebaikan dirinya dan kebaikan bersama, tumbuhnya karena ia paham sekali orentasi dan nilai yang ingin ia capai.
Membangun dan menanamkan ”cinta” dalam jiwa anak tidak semudah kita membalik tangan, ini butuh proses, butuh waktu. Kadang anak tidak memahami apa yang kita bangun, apa yang tanamkam bagian dari rasa ”cinta”nya kita terhadapanya atau justru sebaliknya, biasanya anak menerimanya tidak sesuai dengan tujuan kita. Anak lebih kreatif, lihai mensiasati situasi dan kondisi.
Kita menghormati anak, justru ia membenci, Kita  mendekatinya, yang terjadi anak menjauh, Kita memperhatikannya walhasil si-anak malah cuek. Kesabaran kayaknya tidak pernah punah, perbaikan diri tidak berhenti dihalte perjalanan. Mulailah kita membuka evaluasi diri, Tindakan kita mungkin kurang tepat atau belum diterima oleh anak. Dan atau diri kita tidak diterima oleh anak.

John. C. Maxwel mengatakan : Kalau orang hormat kepada anda, tetapi mereka tidak menyukai anda, mereka takkan menetap bersama anda, Kalau mereka menyukai anda tetapi tidak hormat kepada anda, mereka menetap bersama anda, tetapi takkan mengikuti anda. Untuk menjadi pemimpin yang efektif, anda harus mengupayakan kedua dari orang-orang anda.
(The power of thinking big/ Kekuatan berfikir besar hal. 29) .

Anak yang dekat dengan kita, menurut apa yang kita perintah, Anak melaksanakan apa yang sudah menjadi kewajibannya belum tentu dijadikan persepsi bahwa anak tersebut melakukan atas dasar “cinta”, barangkali anak memahami dan menurutinya karena rasa hormat dan peraturan bukan berdasarkan suka dan senang. Atau sebaliknya anak tersebut melakukan berdasarkan suka dan senang tetapi tidak ada rasa hormat terhadapnya.
Jelasnya, Kita harus belajar banyak mengenai bagaimana menyelami dunia psikologis dunia anak. Belajar dengan asumsi, Kita seorang pendidik harus mampu memahami sistem integritas yang tinggi, Yaitu lebih memahami dan melihat kemampun diri, sikap diri sebelum memahami kemampuan orang.
                 
Kesucian cinta seseorang terhadap orang lain tampak adanya kerelaan untuk berbakti. Sehingga tindakan yang dilakukan tidak semata-mata karena rasa pamrih ( jika saya melakukan saya akan mendapatkan sesuatu darinya). Apakah anak kita atau siswa kita dalam belajar dan berkarya masih dibutuhkan kalimat perintah? Jawabannya kita dapat renungkan dalam diri kita.


Ada ungkapan filosofi dari Ahli ma’rifat Billah :

” Pendidik yang dicintai jauh lebih baik dari pada pendidik yang ditakuti”

Keharmonisan dan ikatan kekeluargaan yang kuat pada keluarga atau dunia pendidikan memberikan bekas pengaruh yang sangat dalam. Nilai-nilai keterbukaan, kreatifitas, keihlasan, kerelaan tampak tumbuh dan membumi pada setiap diri pelaku (pendidik dan yang dididik).

Ikuti timbal balik dari suatu tindakan sebagaimana dibawah ini :    
Pendidik yang tegas               Peserta didik merasa balas dendam (terkekang)
Pendidik yang keras               Peserta didik merasa takut
Pendidik yang kejam              Peserta didik merasa tertekan dan terjajah
Pendidik yang jauh                 Peserta didik merasa dikucilkan dan tidak diperhatikan
Pendidik yang diam                Peserta didik merasa bebas
Pendidik yang mengatur        Peserta didik merasa tidak dewasa
Pendidik yang pasif                Peserta didik Kereatif

Versus

Pendidik yang mencintai        Peserta didik merasa disayangi
Pendidik yang terbuka                        Peserta didik merasa  kejujuran
Pendidik yang lembut            Peserta didik merasa diperhatikan
Pendidik yang sopan              Peserta didik merasa  kedekatan
Pendidik yang berwawasan    Peserta didik merasa termotivasi
Pendidik yang aktif                Peserta didik kreatif

Tuhan menggambarkan ketika hambaNya disuruh untuk berbuat kebajikan, kesucian, kebenaran. Dia selalu berfirman dengan ungkapan ” Sesungguhnya kami mencintai  orang-orang  melakukan kesucian”.  Dan masih banyak lagi unkapan firmanNya yang lain.
Ungkapan ”mencintai”  sebenarnya tersirat makna berpikiran positif terhadap tindakan orang yang dicintai. Suatu totalitas kepercayaan itu menambatkan benak pada pikiran pelaku lebih leluasa, lebih kreatif, berani mengambil sikap, berani ber-ide, dan lebih mendewasakan dirinya.

Disini dapat menyimpulkan kiat-kiat ”cinta” dalam mengikat kekuatan ( di dunia pendidikan) :
1.     Sentuhan Visual.
Daya motifasi anak diawali dengan sentuhan pandangan mata dari suatu objek. Sehingga timbul rangsangan atau getaran pada dirinya dan menggugah keperdayaan analisa yang masuk pada batas-batas pendekatan kongrit.
Ada anak sedang melihat pasukan barisan pelajar yang rapi, tegap, serempak, disiplin. Dia dibenaknya pasti   bertanya-tanya; itu barisan pelajar dari sekolahan mana ? langkah awal merupakan pandangan. Lalu apa nama sekolahnya dan dimana letaknya? Langkah kedua, pada suatu saat dia berjalan-jalan dan melihat sekolahan tadi dengan dekat dan kongrit, disini mungkin timbul ungkapan ”andai aku aku jadi pelajar disekolah itu, pasti ..........”
2.     Sentuhan bahasa.
Setelah adanya pendekatan yang kongrit, anak akan termotivasi untuk melakukan komunikasi. Berikan sentuhan bahasa yang baik, sopan yang mampu mengikat kepercayaan dan kenyakinan sehingga timbul rasa senang dan suka.
Anak sangat peka terhadap bahasa yang dilontarkan  oleh seseorang, banyak orang terkesimak sampai terhanyut dalam isi bahasanya. Bahkan sampai-sampai masuk keyakinan untuk mengikutinya.
3.     Sentuhan Hati.
Ini anak mulai masuk pada tahap kesadaran untuk percaya, Anak pada tahap ini akan tertanam jiwa yang kuat. Daya pikir dan tindakannya akibat dari kemauan sendiri, bukan karena terpaksa atau dipaksa. Pemahaman dan pengertian akan membuka cendela hati setelah mengetahuinya. Sehingga nampak tindakan-tindakan yang aktif dan dinamis.
4.     Sentuhan keterbukaan. 
Tindakan yang aktif dan positif merupakan refleksi dari sebuah komitmen. Cara implementasinya diupayakan adanya ” Keterbukaan” . Sehingga sentuhan-sentuhan diatas tidak terjadi pembiasan terhadap diri anak.
Kepercayaan dan keyakinan adalah modal utama. Lalu bagaimana menjaganya tetap eksis.
5.     Sentuhan Harapan.
Membangun komitmen sebaiknya diikuti dengan membuka wawasan harapan kedepan. Memberikan orentasi terhadap anak, agar si anak mampu menganalisa dan berfikir kreatif. Kemana dan akan dibawa kemana ? setelah selesainya proses pendidikan.

Ketika seorang akan menikah, dilalui dengan proses yang cukup panjang. Pertama tahap pengenalan –( ini  merupakan tahap dimana diri seseorang merasakan keinginan untuk memiliki ”cinta”). Setelah itu pada tahap kedua, keduanya sudah saling kenal ( adanya proses dialog yang panjang untuk mengetahui, menjajaki  antara keduanya ” saling percaya”). Selanjutnya sepakat untuk meneruskan hubungannya dengan lamaran/tunangan -( Kedua pihak dan kedua orang tuanya menetapkan Tanggal pernikahan ”membangun Komitment”). Yang terkhir pelaksanaan pernikahan  ( proses adanya ijab qobul ” Kesepakatan dan syarat” ).

”Sesungguhnya Kami menciptakan diantara kamu dari satu ”Nafs”( satu kesatuan yang utuh)”.
Dan diteruskan dalam firmanNya ” Kami telah menciptakan kamu semua untuk saling ”mencintai”  dan saling ”kasih mengkasihani” karena Aku (Allah SWT).

Betapa substansinya nilai ”kecintaan” terhadap orang karena Allah SWT. Sampai digambarkan oleh Allah SWT dalam proses membangun keluarga yang sakinah, dimana dari keluargalah pendidikan harus dibangun. Suami dan Istri diperintah oleh Allah SWT  untuk menyatu ”satu ikatan, satu visi, misi, satu tujuan, satu ilmu yang dilandasi dengan nilai-nilai kesucian ”cinta” karena Allah untuk Allah dengan Allah dan menuju pada ALLAH. Melakukan kwajiban itu merupakan bukti  penghambaan yang murni terhadapNya. 
     
”Hanya dengan cinta manusia bisa berkreasi, Cinta oleh Enstein disebut titik pusat grafitasi kesadaran emotional tempat terjadinya kreasi.
Menurut Patirin A. Sarakin, Mengatakan  cinta adalah panglima yang dapat menyatukan etika menjadi satu kesatuan yang harmonis. 

”Cinta” memberikan umpan balik antara kedua pihak secara harmonis, kreatif. Sehingga mampu memboyong seluruh daya menjadi kumpulan yang menyatu jadi satu. Nilai ”cinta” Pada tingkatannya adalah pertama kesucian cinta terhadap Allah SWT ( Bukti ”cinta” karena tahu, mengenal dan percaya secara yakin akan Ada Dan WujudNya Dzat Yang Ghaib Allah AsmaNya), Kedua ” cinta” sesama mahluk (Bukti Penghambaan secara murni dalam diri manusia terhadap Allah SWT).     

SALAM MANIS

SUGENG PENANGGIHAN KALEH ABAH MALEH